Kamis, 30 Agustus 2012
MENJADI SINEAS DOKUMENTER
Gerzon Ayawaila
Seperti
sudah dinyatakan bahwa dokumenter merupakan karya film berdasarkan realita dan
fakta dari suatu pengalaman hidup seseorang atau sebuah peristiwa sejarah. Maka
untuk mendapatkan ide bagi film realita, kepekaan terhadap lingkungan sosial,
budaya, politik dan alam semesta, disertai rasa ingin tahu yang besar dengan
membaca, berkomunikasi antar manusia dalam pergaulan, merupakan sumber
inspirasi yang tak akan habis. Ide cerita untuk film dokumenter di dapat dari
apa yang anda lihat dan dengar, bukan berdasarkan suatu hayalan yang sifatnya
imajinatif. Untuk mendapatkan ide bagi sebuah produksi film dokumenter adalah
tidak semudah mencari ide untuk cerita fiksi. Ide tema bagi dokumenter hanya dapat diperoleh dari apa
yang dilihat dan didengar. Seorang dokumentaris harus banyak
membaca, banyak mengamati lingkungannya, sering berkomunikasi dengan semua
lapisan masyarakat, berdiskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki aktivitas sosial dan budaya.
Dari hasil observasi dan analisa terhadap apa yang kita
baca, lihat dan dengar, maka barulah dapat di olah menjadi sebuah ide untuk
membuat dokumenter. Jangan terlalu cepat puas dengan ide yang baru di dapat,
karena kadang sebuah tema hanya di awal nya saja menarik, tetapi setelah di
evaluasi lebih lanjut malah hampa dan membosankan. Demikian pula dengan subjek
yang akan kita seleksi, harus dilakukan secara teliti dengan melakukan seleksi
dan pendekatan yang baik.
Dalam mencari dan menemukan ide dapat didasari oleh dua
motivasi, yaitu motivasi pribadi dan motivasi sponsor atau produser. Motivasi pribadi itu berdasarkan ide pribadi
yang muncul karena kita tertarik pada subjek untuk dijadikan tema film
dokumenter. Motivasi kedua adalah kita hanya menjadi tim kreatif untuk
memproduksi pesanan dari stasiun televisi, rumah produksi, lembaga pemerintah,
swasta dan asing. Motivasi pertama meskipun lebih berat tetapi lebih memuaskan
diri anda, tetapi anda harus mampu meyakinkan orang lain mengenai ide tersebut
dengan harapan ada sponsor yang tertarik. Apabila motivasi anda kurang kuat
maka ini akan berpengaruh pada presentasi pada sponsor, dan tentu akibatnya
akan mengalami kebuntuan sumber dana, selanjutnya dapat mengganggu motivasi
untuk terus bekerja hingga karya tersebut selesai. Disini perlunya dokumentaris
memiliki tim kompak, karena didasari kebersamaan motivasi yang kuat maka
diantara tim harus saling mendukung. Motivasi kedua tak perlu dibicarakan
panjang lebar karena sebagai tim kreatif kita tinggal mengerjakan pesanan,
meskipun tak jarang ada pula kendala saat presentasi karya akhir serta
pelunasan biaya produksinya, terutama bila berhadapan sponsor yang awam atau
nakal.
Tema
& Subjek
Hal awal yang
perlu anda tetapkan adalah konsep bagi tema dan subjek yang telah dipilih. Ada tiga hal yang mendasar yang perlu anda
mantapkan yaitu;
- Apa yang
akan anda buat atau produksi ?.
- Bagaimana
anda akan membuatnya ? (kemasan, gaya, pendekatan, bentuk) ?.
- Untuk apa dan siapa film ini anda produksi ? (target/sasaran komunitas)
Ketiga hal ini
harus di jawab dengan mantap, sebelum melangkah ke proses berikutnya. Meskipun
sederhana tetapi kadang ketiga hal dasar diatas ini membutuhkan waktu
perenungan panjang dan analisa mendalam. Para pemula umumnya tidak memikirkan
serta menentukan dengan mantap ketiga dasar konsep diatas yang seharusnya
menjadi titik tolak untuk merealisasikan ide mereka memproduksi film
dokumenter.
Aktual atau Non-Aktual ?
Tema dokumenter
tidak sepenuhnya mengacu pada peristiwa aktual, kadang justru dari peristiwa
yang tidak aktual dapat menjadi aktual setelah direpresentasikan melalui film
dokumenter. Meskipun tidak dipungkiri laporan faktual dapat dijadikan ide dan
tema. Dari sebuah peristiwa kita menyelam ke akar permasalahannya yang
merupakan suatu sebab akibat. Sehingga
isi representasi tidak hanya sekedar lintasan informasi global dan tidak
terjebak pada kulit permasalahannya saja. Bila sensasi menjadi sumber ide
pemburu berita, justru bagi dokumenter murni menonjolkan sensasi dapat
mengurangi bobot fakta. Kecuali pada dokumenter propaganda, dimana sensasi
menjadi menu utama untuk memanipulasi fakta.
Dapat saja terjadi bahwa tema dan subjek
yang akan anda garap akan di produksi pula oleh pihak lain atau mungkin pernah
disiarkan stasiun televisi. Maka logis hal ini akan menimbulkan keraguan untuk
terus dengan rencana semula serta tema yang sudah diputuskan itu atau
membatalkannya?. Untuk menganalisa dan menetapkan tema dan subjek yang akan
digarap, ada baiknya tidak selalu melihat tema dan subjek yang di pilih itu
dari sudut pandangan publik. Tetapi justru konfrontasikan pengaruh pribadi anda
terhadap subjek dan tema yang merupakan ide anda itu. Dengan demikian anda akan
lebih berani menciptakan ide kreatif dengan arah dan pendekatan gaya yang lebih
segar.
Untuk menetapkan apakah anda akan jalan terus
atau membatalkannya, dibawah ini ada beberapa pertanyaan yang perlu di jawab,
sebelum melangkah pada keputusan akhir.
- Apakah anda sudah memahami serta menguasai tema dan subjek
tersebut secara mantap ?. Tetapi
bukan pemahaman yang kaku atau dogmatis.
- Apakah anda
memiliki ikatan emosi kuat dengan subjek tersebut ?, meskipun sebenarnya
ada subjek lain, yang secara praktis lebih mudah digarap.
- Apakah antara ide, tema, dan subjek memiliki kecocokan ?.
- Apakah ada usaha dan motivasi kuat untuk lebih lanjut mendalami
subjek yang telah kita amati itu ?.
- Apakah subjek memiliki arti penting yang mendasari pokok pemikiran
ide anda ?.
- Hal-hal apakah yang luar biasa menariknya dari tema dan subjek tersebut?.
- Dimana hal-hal khusus, unik serta berkesan dari subjek tersebut ?.
- Bagaimana pendalaman serta pembatasan yang dapat difokuskan, agar
film menjadi menarik dan berkesan ?.
- Apa yang akan dan dapat di presentasikan dari dokumenter ini,
melalui gaya pendekatan yang segar dan baru ?.
Untuk memantapkan semua pertanyaan di atas ini,
perlu dilakukan riset yang mendalam terhadap subjek yang akan di garap
pengalaman hidupnya. Adalah sangat berguna apabila anda melakukan kunjungan
beberapa kali ke lokasi subjek, ini merupakan suatu proses pendekatan terhadap
subjek serta lingkungannya. Melakukan kunjungan beberapakali kepada subjek dan
lingkungannya sangat membantu dalam memberikan rasa percaya bagi subjek,
berkaitan dengan kisah pengalaman hidupnya yang akan di rekam. Disamping itu
anda dapat memperhitungkan walaupun masih secara kasar, mengenai jumlah
anggaran biaya yang diperlukan bagi produksi nanti. Sekaligus memperkirakan
lamanya jadwal dan sistim kerja yang harus diterapkan nanti, ketika
melakukan shooting.
Riset
Pengertian riset adalah mengumpulkan
data/informasi dengan melakukan observasi mendalam terhadap subjek dan
lingkungannya, sesuai tema yang akan di ketengahkan di dalam film. Pelaksanaan riset ada yang
di lakukan oleh tim riset khusus dan adapula yang dilakukan sendiri oleh penulis naskah
merangkap sutradara. Selain penulis dan sutradara harus terjun langsung ke
lapangan, juga perlu melakukan kerja sama dalam mengumpulkan informasi dengan
pakar disiplin ilmu lain. Apabila anda sudah menentukan gaya dan bentuk penuturan
apa yang dianggap sesuai dengan isi dan tema film yang akan digarap, maka ini
mempermudah pelaksanaan selanjutnya di dalam riset.
Ketika mulai
melakukan riset ada baiknya prioritaskan lebih dulu pada hal-hal yang praktis.
Perlu di ingat bahwa film hanya dapat dibuat berdasarkan dari apa yang dapat di
rekam oleh kamera. Oleh karena itu saat anda melaksanakan riset, harus selalu
memperhatikan dan memikirkan aspek-aspek yang ada untuk kepentingan gambar
visual. Seorang dokumentaris atau sineas dituntut memiliki visi visual (kepekaan
visualisasi), ini bisa berasal dari bakat alam (talenta) yang
dibentuk melalui pendidikan sinematografi.
Jalinan
kerja sama antara Tim Riset, Penulis dan Sutradara, harus serasi serta saling
mengisi, karena komunikasi di antara mereka akan terus berlangsung hingga
menuju tahap penyelesaian penulisan naskah (script). Diantara mereka
juga harus saling membatasi diri pada profesi masing-masing, tanpa harus
mencampuri hal-hal yang bukan tugas atau urusannya.
Dengan
melakukan riset pendahuluan (preliminary
research) dapat membantu mendapat gambaran untuk
mengembangkan ide yang ada menjadi lebih mantap. Hal ini di lakukan melalui
analisa visi visual di barengi dengan orientasi kritis. Ide untuk film
dokumenter di dapat dari apa yang di dengar
dan di lihat,
bukan berdasarkan imajinasi.
Akan tetapi untuk mendapatkan ide bagus tidak cukup hanya dari mendengar dan
melihat saja, karena tidak semua peristiwa penting dapat dijadikan tema film
dokumenter. Ide bagus masih membutuhkan orientasi lebih jauh lagi terhadap
semua informasi yang telah didapat. Kemudian berdasarkan visi kreatif
dikembangkan hingga mencapai kematangan konsep yang menarik. Banyak ide pada
awalnya tampak menarik tetapi setelah dilakukan orientasi lebih jauh dan mendalam
lagi, terasa bahwa hanya pada awalnya saja menarik tetapi selanjutnya terasa
hambar dan membosankan. Demikian pula dengan subjek yang akan kita seleksi,
harus dilakukan secara teliti dengan melakukan pengamatan dan pendekatan yang
baik. Kemampuan kreatifitas tinggi di imbangi dengan kepekaan analisa visual,
merupakan salah satu titik tolak membuat karya dokumenter yang memukau.
Untuk
menjawab permasalahan ini maka sangat perlu dilakukan riset, meskipun tak dapat
dipungkiri bahwa motivasi untuk melakukan riset di Indonesia sangat minimal.
Padahal untuk menciptakan suatu karya seni maupun ilmu pengetahuan yang
memiliki bobot visi dan misi, melakukan riset adalah mutlak.
Melakukan riset berarti melakukan pengumpulan
data/informasi yang diperlukan untuk penulisan naskah. Riset untuk dokumenter
dilakukan terhadap sumber data dan informasi, yang umumnya dalam beberapa macam
atau bentuk data:
- data
tulisan (buku, majalah, surat kabar, surat, selebaran, dsb.)
- data
visual (foto,film,video, lukisan, poster, patung, ukiran, dsb.)
- data suara (bunyi-bunyian, musik, lagu, dsb.).
- data mengenai subjek, nara sumber, informan.
- data
lokasi (tempat kejadian/peristiwa).
Berangkat dari hasil riset di bentuk suatu
kerangka global mengenai arah dan tujuan penuturan, serta subjek-subjek yang
akan menjadi tokoh (karakter) di dalam tema film. Kemudian penulis
naskah dan sutradara mengevaluasi transkrip hasil riset, untuk mengetahui serta
menetapkan dengan pasti:
q Mana informasi yang penting dan yang kurang
penting.
q Bagian informasi
mana yang perlu diperdalam dan diperluas lagi.
q Pada bagian
mana sebab dan akibat dari peristiwa, dapat digunakan sebagai penunjang aspek
dramatik. Ini penting agar anda
dapat menyusun struktur penuturannya.
q Mana bagian
utama dan mana bagian pelengkap untuk memberikan makna pada film. Ini penting
demi efisiensi kerja ketika melakukan shooting nanti, agar
anda tak perlu mengalami kekurangan atau kelebihan stock shot.
Baik penulis maupun sutradara harus
mengetahui materi apa saja yang diperlukan guna melengkapi visual, yang tak
ditemui atau yang tak dapat di shot di lokasi peristiwa. Misalnya pengumpulan
materi film/video (footage) dari lembaga arsip, museum, dan sinematek. Kadang kita
juga perlu membeli dari stasiun televisi atau perusahaan film swasta atau
pemerintah. Bila kita membuat film kompilasi maka seluruh materi berdasarkan
dari arsip/dokumentasi (footage) film/video, yang
harus dikumpulkan dan di seleksi dalam waktu cukup lama. Dokumentaris Belanda,
Vincent Monikendam yang membuat film dokumenter kompilasi berjudul “Mother
Dao”, mengatakan bahwa untuk filmnya ini dibutuhkan waktu dua tahun lebih
untuk mengumpulkan dan menyeleksi materi footage yang terdiri dari
potongan-potongan film hitam putih lama. Film dokumenter Monikendam merupakan
kompilasi dari arsip film hitam-putih yang di rekam di Indonesia sejak tahun
30an hingga 50an.
Sangat membantu bila menggunakan alat
perekam audio (tape recorder), ketika melakukan riset, untuk
mewawancarai orang-orang yang akan dijadikan subjek atau nara sumber. Karena
dari hasil rekaman suara sutradara dapat mengetahui apakah subjek memiliki
volume vokal yang keras atau lembut, artikulasinya jelas atau tidak, kemudian
ritme dan gaya berbicaranya membosankan atau tidak, bagaimana mimiknya (ekspresi)
bila berbicara dan seterusnya. Kegunaan lainnya ialah apabila subjek anda belum
pernah diwawancarai, maka dengan tape recorder dapat melatih atau membiasakan
dirinya, terutama bila nanti dihadapan sorotan kamera.
Subjek Utama dan Nara Sumber
Didalam
merancang atau menyusun penulisan naskah, peranan antara tokoh dan nara sumber
perlu dijelaskan. Tokoh atau subjek utama didalam film dokumenter memiliki
peranan fungsional untuk mengetengahkan realita dari suatu peristiwa, dengan
tujuan memberikan sentuhan dramatik pada cerita anda. Sedangkan nara sumber
dapat berperan sebagai sumber informasi saja atau dapat pula sebagai subjek
pembantu. Akan tetapi jangan terlalu
diabaikan karena subjek pembantu juga dapat mengentalkan unsur dramatik.
Sejumlah pertanyaan di bawah
ini perlu dikaji sebagai cara melakukan seleksi, untuk menemukan subjek yang
betul-betul tepat sesuai dengan tema.
q Dengan mengacu pada hasil riset, penulis
dan sutradara dapat menganalisa, apakah subjek yang di pilih sudah tepat
sebagai pemeran atau sebagai nara sumber ?.
q Apakah
peranan tokoh ini sebagai informan cukup penting, serta mampu mengekspresikan
tema tersebut dan memberikan unsur dramatik?.
q Apabila
peran subjek hanya sebagai nara sumber, maka menampilkannya cukup liwat
komentar atau narasi saja (off screen) dilengkapi dengan ilustrasi
gambar.
q Apabila
mengenai suatu aksi, penulis harus menganalisa apakah aksi dari subjek tersebut
yang perlu ditampilkan dalam cerita atau tidak ?.
Mengetengahkan
gaya bertutur potret/biografi dengan subjek yang sudah tidak ada (wafat)
perlu pendekatan khusus untuk menentukan aspek kreatif dalam penyuguhannya.
Maka untuk mengisi sugesti dari ketidak hadiran sang tokoh, ditampilkan hal-hal
yang berhubungan erat dengan kehidupan si tokoh. Misalnya menampilkan nara
sumber yang sangat dekat dan intim
dengan subjek, seperti teman, saudara, kerabat keluarga, sekaligus sebagai
saksi hidup yang mengetahui perjalanan
hidup dan peranan si tokoh didalam peristiwa itu. Atau dapat pula menampilkan benda-benda
atau materi yang merupakan identitas dan simbol dari figur si tokoh. Pendekatan
ini dapat memberikan perincian kongkrit, sebagai sketsa dari ketidak hadiran
sang tokoh tersebut.
Teori
film mengatakan bahwa setiap penonton akan mengidentifikasikan dirinya pada
salah satu tokoh dalam cerita film. Hal ini dilakukan karena simpati atau
semacam pengenalan diri (identitas) dari si penonton itu sendiri, dimana
sikap ini dilakukan tanpa sadar. Beranjak dari teori ini, tak ada salahnya
menggunakan metode tersebut untuk memilih tokoh-tokoh serta membangun karakter
yang akan dimunculkan pada film.
Pendekatan subjek
Pendekatan terhadap subjek merupakan proses penting, dari mulai riset
hingga shooting nanti. Pendekatan seorang dokumentaris berbeda dengan
pendekatan riset para ilmuwan sosial seperti antropolog atau sosiolog terhadap
respondennya. Metode riset dan pendekatan untuk film dokumenter bukan melalui
pengumpulan kuesioner atau angket yang biasa dilakukan dalam suatu penelitian
sosial. Akan tetapi dokumentaris harus terjun langsung dan mengadakan
komunikasi (dialog) antar manusia yang sederajat dengan subjeknya, bahkan idealnya,
sineas dokumenter tinggal bersama subjeknya untuk memahami bagaimana kehidupan
dan karakter subjek dalam keseharianya. Baik buruknya pendekatan yang anda
lakukan terhadap subjek, itu akan terlihat pada saat melaksanakan perekaman
gambar shooting dan wawancara.
Dokumentaris harus memahami betul bagaimana subjek
menilai dirinya sendiri serta menilai dunia diluar pribadi dan lingkungannya (view
from within and view from without). Kita tak bisa memahami subjek secara generalisasi atau komparatif
seperti yang diterapkan dalam metode riset ilmu sosial. Dokumentaris harus
observasi langsung terhadap objek atau subjeknya, dari situ baru di dapat suatu
visi untuk kepentingan visual.
Pendekatan
juga merupakan suatu langkah awal produksi, untuk menciptakan suatu komunikasi
antar manusia. Komunikasi antara tim produksi secara intern, serta kominunikasi
dengan subjek serta lingkungan terkait seperti birokrasi setempat. Pendekatan yang baik akan memberi
rasa intim pada subjek, sehingga dapat memberikan kepercayaan penuh kepada
orang yang nanti akan merekam, wajah, suara, serta kisah hidupnya. Sebab itu
anda perlu melakukan kunjungan beberapa kali terhadap subjek, atau tinggal
bersama subjek selama melakukan riset hingga shooting. Tindakan ini dapat
menghilangkan kesan asing dari diri subjek terhadap anda, selain itu dapat
lebih mendalami normalisasi kehidupan subjek, yang mungkin sebelumnya luput
dari pengamatan. Selain itu
keintiman hubungan dokumentaris dengan subjek akan lebih terjalin lagi. Dan
jangan lupa, dalam melakukan kunjungan beberapa kali, perlu selalu
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan baru, untuk melengkapi data riset.
Kunjungan yang berkesinambungan dengan
pendekatan khusus lebih diperlukan pada dokumenter sejarah, demikian pula pada
bentuk portret biografi.
Pendekatan pribadi yang intim hasil kunjungan beberapakali, akan membuat subjek
merasa lebih percaya dan lebih bebas menceritakan tentang dirinya. Hal ini
sangat bermanfaat bagi pengumpulan informasi yang di butuhkan, terutama
data/informasi yang di anggap peka (sensitif) bagi subjek dan
lingkungannya.
Apabila subjek anda adalah masyarakat awam
maka saat melakukan kunjungan awal cukup hanya membawa buku catatan kecil saja,
jangan perlihatkan kesan terlalu formil kepada subjek, yang mana dapat
menimbulkan rasa gugup bagi subjek. Mengenai apa yang sudah kita ketahui
mengenai diri subjek serta informan atau nara sumber mana saja yang sudah
dihubungi untuk mengorek informasi mengenai subjek, perlu kita jelaskan. Jangan
menutupi atau bersikap yang dapat menimbulkan kecurigaan subjek terhadap anda.
Berilah kesempatan pula bagi subjek untuk menanyakan hal-hal mengenai diri anda
dan tim kreatif lainnya, agar rasa percaya serta hubungan antar pribadi menjadi
lebih erat. Kadang dapat terjadi di saat melakukan wawancara ada informasi yang
terlewatkan, hal ini disebabkan adanya rasa tegang dalam diri subjek, sehingga
mengganggu dan menghambat daya ingatnya. Hal ini perlu diperhatikan, karena
tidak mudah untuk berbicara secara lancar dihadapan sorotan kamera.
Observasi Partisipan
Metode
penelitian yang dilakukan pada ilmu Antropologi Budaya dengan cara melakukan
observasi partisipasi. Metode dan teori ini dikembangkan oleh Antropolog
B.Malinowski ketika melakukan penelitian pada masyarakat etnik Trobiand di
daerah Papua Nugini. Dimana dilakukan suatu interaksi mendalam antara si
peneliti dengan pihak-pihak yang diteliti (responden). Malinowski
berpendapat bahwa, suatu hasil penelitian yang baik dan akurat akan berhasil,
tergantung dari berapa lama si peneliti tinggal dan bergaul di dalam masyarakat
yang ditelitinya itu. Makin lama si peneliti bergaul dan tinggal bersama para
respondennya itu, maka hasil penelitiannya pun makin memiliki bobot akurasi
yang memuaskan.
Metode
riset partisipasi observasi dapat di terapkan dalam kepentingan riset bagi film
dokumenter, selain melakukan observasi terhadap subjek, akan lebih baik lagi
bila anda ikut berpartisipasi di dalam kegiatan sehari-hari subjek serta
lingkungannya. Sehingga rasa kekeluargaan antara tim produksi dengan subjek
serta lingkungan masyarakatnya makin terjalin. Selama melakukan partisipasi
anda terus melakukan dialog baik formal maupun informal, untuk terus menggali
informasi dari subjek yang dapat menambah masukan bagi penulisan nanti.
Disamping akan terus memperluas wawasan visi visual dan evaluasi anda terhadap
tema, serta subjek. Perpaduan dari pandangan yang berbeda antara dokumentaris
dengan subjeknya, akan menjadi bahan olahan yang selalu baru dan terus
berkembang.
Selanjutnya
baik audio maupun visual yang terekam nanti, merupakan hasil pengamatan dan
penilaian anda terhadap pengalaman subjek, dikombinasikan dengan penilaian
subjek terhadap pengalamannya sendiri. Dengan demikian akan terekam nanti suatu
perimbangan antara subjektifitas dan objektifitas pada suatu peristiwa
pengalaman seseorang secara akurat.
Ini
merupakan usaha untuk merekam realita peristiwa atau pengalaman hidup
seseorang, agar menghasilkan suatu karya dokumenter yang minimal memiliki
keseimbangan objektif. Meskipun harus disadari bahwa mencapai tingkat pandangan
objektif adalah sebuah obsesi, karena semua teori film sudah di mulai dengan
visi subjektif sinematografis. Akan
tetapi keutuhan mengetengahkan sebuah fakta peristiwa tetap merupakan tuntutan
moral.
Suatu hal penting untuk di ingat bahwa
ketika anda melakukan shooting, jarak antara anda sebagai dokumentaris dengan
subjek anda harus ditetapkan batasannya dengan jelas. Anda tak boleh hanyut
pada emosi yang diekspresikan subjek anda, hal ini dapat mengakibatkan visi
objektifitas anda akan terganggu bahkan terpengaruhi oleh subjektifitas opini
subjek anda itu. Secara profesional harus disadari bahwa anda sedang membuat
film dokumenter, bukan sedang menjadi pendengar yang baik mengenai keluh kesah
seseorang.
Mengembangkan Ide dan Konsep
Sebagai langkah awal untuk menawarkan ide, anda
perlu menyusun sebuah tulisan naskah rancangan (draft) untuk diajukan
kepada pihak-pihak yang berminat. Menulis draft naskah bukan berarti seperti
menulis catatan kecil saja, tetapi kita harus menuliskan semua informasi dari
transkrip data riset. Umumnya draft naskah di tulis dalam susunan pembagian
sekwens (sequence), agar nanti pada saat merampungkannya pada tahap
produksi, dapat dijabarkan secara terperinci dalam susunan shot dan adegan yang
lebih jelas. Tulisan draft pun harus lengkap dan jelas menerankan ruang dan
waktu pada setiap sekwens, karena ini merupakan bagian dari isi proposal yang
akan diajukan pada sponsor. Setelah anda menetapkan bentuk penuturan apa yang
menjadi gaya dan struktur film anda, maka perlu disampaikan dalam naskah, ini
merupakan salah satu daya tarik yang dapat anda ajukan kepada sponsor.
Pada prinsipnya penyusunan konsep naskah
film dibagi dalam lima tahapan:
Ide, ini merupakan jantung dari sebuah karya seni,
konsep, struktur dan batasan dari isi keseluruhan cerita.
Treatment/outline,
merupakan sketsa dasar
yang dapat memberikan gambaran pendekatan dan keseluruhan isi cerita. Di pihak
lain treatment merupakan materi presentasi untuk menawarkan ide anda kepada
produser/sponsor. Treatment mutlak
diperlukan bagi documenter, meskipun bentuk treatment tak ada yang baku.
Naskah Syuting
(shooting script), sangat
penting untuk memberikan gambaran jelas sebagai cetak biru atau master plan.
Deskripsi mengenai audio dan visual akan menjadi acuan sutradara untuk
menentukan visualisasi shot, susunan adegan hingga sekwens. Naskah syuting juga
memberikan kejelasan bagi setiap pihak yang ikut dalam Tim Produksi, agar dapat
memahami apa yang harus dikerjakan sesuai dengan profesi dan posisi
masing-masing didalam tim produksi.
Naskah Editing
(editing script), naskah
ini merupakan penentuan visualisasi struktur cerita. Meskipun bentuk
penulisannya jauh berbeda dengan shooting
script, tetapi isinya dapat saja berlainan mengenai konstruksi shot, adegan
(scene), sekwens (sequence).
Tidak aneh bila editing script dapat mengalami
beberapa kali perubahan, karena proses editing (penyuntingan) juga melalui
beberapa tahapan hingga mencapai hasil akhir (final).
Naskah Narasi
(narration script), ini
lebih merupakan susunan penulisan narasi yang nantinya akan di bacakan oleh
seorang narator sebagai voice over
ketika mixing. Umumnya dokumenter
sejarah atau biografi menggunakan narasi, juga gaya dokumenter konfensional
seperti dalam format penayangan di televisi.
Semua prinsip struktur dalam metode
penulisan naskah (script) tak perlu dijadikan suatu peraturan baku,
tetapi gunakanlah sebagai alat bantu yang berfungsi menjelaskan apa dan
bagaimana film tersebut akan di sampaikan. Setiap struktur cerita baik pada
skenario fiksi maupun non fiksi, memiliki logika dan kekuatannya
sendiri-sendiri.
Bila membuat film edukasi (pendidikan/penyuluhan) atau instruksional, perlu menetapkan publik yang
ditargetkan untuk film tersebut. Misalkan membuat tema mengenai penyakit
kangker, bila sasarannya untuk umum maka cukup menjelaskan penyebabnya,
gejalanya, serta akibatnya secara umum pula. Karena penonton harus mampu
menangkap dan mengerti secara mudah informasi apa yang disuguhkan, dimana
realita tersebut dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-harinya.
Apabila sasarannya pada kelompok khusus, seperti mahasiswa kedokteran, perawat,
petugas penyuluhan kesehatan, maka sutradara perlu mengetahui terminologi medis
yang berhubungan dengan suatu penyakit, atau menggunakan penasihat ahli bidang
medis.
Dari hasil riset penulis kurang lebih
sudah mengetahui bagaimana struktur penuturan yang akan disusunnya. Penulis
juga mengetahui gambaran apa yang dapat divisualisasikan, dan
kemungkinan-kemungkinannya. Apabila harus menggunakan materi visual (footage)
harus diteliti lebih dahulu apakah masih layak pakai atau tidak. Materi visual
yang bisa didapatkan, merupakan faktor penting atau faktor kemudi bagi penulisan
dokumenter.
Sering pula terjadi informasi yang
terkumpul dari riset terlalu banyak, sehingga penulis kesulitan untuk
menyeleksi informasi mana yang tepat untuk tema. Hal utama yang menjadi titik
tolak seleksi informasi ialah, penulis dapat mengawalinya dengan mengamati hal
utama dari peristiwa, sehingga mampu melukiskan konflik-konflik yang ingin
diungkapkannya. Kemudian setelah itu penulis dapat menganalisanya lebih jauh,
untuk mengkongkritkan akurasi informasi yang ada, serta yang masih dibutuhkan.
Suatu hal yang menjadi kenyataan bahwa tidak ada penulisan skenario yang
sempurna, setiap penulis memiliki gaya pendekatan kreatif yang berbeda.
Naskah awal untuk dokumenter
biasa dibuat dalam bentuk Treatment, tetapi ada pula yang dalam bentuk skenario
kasar. Maksudnya kasar disini adalah isi naskah tidak menampilkan detil aspek
filmis seperti tipe shot, isi dialog wawancara, posisi kamera (camera angle) dan lain-lainya. Pembaca draft naskah cukup
diberi informasi mengenai apa isi dan susunan penuturan di dalam film
dokumenter tersebut. Bagi penulis sendiri untuk menyerahkan ide cerita ke
sponsor sebelum perjanjian atau kontrak kerja di sahkan, lebih baik dalam
bentuk draft. Karena penanganan terhadap pelaku tindakan hukum terhadap
pembajakan hak cipta di Indonesia belum mampu memberi jaminannya secara
menyeluruh, oleh karena itu tak ada ruginya anda melakukan antisipasi.
Treatment
Penulisan treatment untuk produksi dokumenter
memiliki fungsi penting. Fungsi treatment tak hanya menuliskan tentang urutan
adegan (scene) dan shot saja, tetapi harus ditulis secara kongrit
keseluruhan isi yang berkaitan dengan judul dan tema, sehingga merupakan The
Treatment of The Story.
Umumnya ketika melakukan shooting,
sutradara cukup mengacu pada treatment karena selain penulisan skenario memakan
waktu lama, juga dianggap oleh sebagian dokumentaris dapat mengekang kebebasan
kreatif. Karena seorang sutradara dan penata kamera selalu harus siap dan peka
ketika mengikuti adegan demi adegan yang berlangsung dalam peristiwa tersebut,
bahkan kadang adegan tak terduga (spontan) dapat saja terjadi saat
perekaman gambar (shooting).
Beberapa sineas dokumenter memulai
penulisan skenario ketika memasuki tahap proses paska produksi untuk
kepentingan editor, itupun sudah dalam bentuk naskah editing (editing script).
Akan tetapi pada beberapa bentuk penuturan dokumenter, skenario sangat
dibutuhkan sebagai cetak biru yang lengkap diatas kertas.
Pada beberapa dokumenter memang diperlukan
naskah seperti dokumenter sejarah, dokumenter pendidikan dan instruksional,
dokumenter film kompilasi dengan menggunakan sejumlah footage. Bentuk penuturan
potret/biografi umumnya juga mengandalkan skenario. Dokumenter sejarah umumnya
dituturkan secara kronologis, sehingga kreatifitas editor diperlukan untuk
menginterpretasikan rancangan kronologi penuturan yang sudah di susun penulis
naskah beserta sutradara. Mungkin pada dokumenter yang tidak memerlukan sisipan
footage film, treatment kadang dibuat secara step out-line saja. Dimana susunan
adegan dan pengambilannya ditulis pada out-line.
Akan tetapi pada prinsipnya minimal anda membuat treatment yang baik agar rekan kerja anda pun dapat
memahami apa ide anda dan apa yang diinginkan dari film tersebut.
Di dalam treatment harus di jelaskan mengenai apa yang
akan divisualkan atau direpresentasikan dalam dokumenter tersebut. Penempatan
narasi dan komentar, khususnya pada adegan dimana visual tidak mampu
menyampaikan informasi yang dibutuhkan penonton, harus diinformasikan di dalam
treatment, meskipun isi narasi tak perlu ditulis secara kongkrit. Apabila ada
wawancara maka dalam treatment perlu pula dijelaskan, meskipun isi wawancara
tidak perlu ditulis secara menyeluruh, dengan memberikan catatan pada bagian
isi wawancara yang utama. Selain itu sebuah treatment juga sudah memberikan
alur cerita jelas, serta atmosfir bagi penataan suara yang diperlukan.
Berikut ini diketengahkan contoh sebuah
Treatment yang merupakan bentuk umum di dalam dokumenter. Ini bukan bentuk baku
karena ada pula tretament yang ditulis lebih sederhana lagi sehingga seperti
sebuah catatan, di pihak lain ada pula treatment yang penjabarannya lebih luas
dari pada contoh dibawah ini. Segala bentuk treatment di tulis sesuai dengan
kemauan dan kebutuhan dari si pembuat itu sendiri. Akan lebih menarik bila isi
treatment dilengkapi pula dengan sejumlah gamabr visual hasil riset.
Publikasi:
Langganan:
Postingan (Atom)